Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 06 Desember 2011

Tafsir Ahkam

http://www.mediafire.com/?qcvv532r4q436gy
Tafsir Surat At Taubah ayat 60 & 103
Tentang Zakat

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Tafsir Ahkam I”
Dosen pengampu : Drs. H. Abdul Madjid AS

Disusun oleh :
Slamet Riyadi
NIM ; 09370029

JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011




DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Teks Ayat dan Pembahasannya 2
B. Kata Kunci ayat / Mufradat 3
C. Korelasinya dengan ayat lain 6
D. Penjelasan ayat dari berbagai literatur Tafsir Al Qur’an 8
E. Analisis Penafsiran 11
BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Kritik dan Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al qur’an merupakan kitab suci umat islam yang dijadikan pedoman hidup manusia. Dalam al qur’an mengatur mengenai kehidupan umat manusia (Muamalah). Dalam kitab suci al qur’an terdapat 114 surat dan sekitar 6000 ayat. Yang didalamnya mencakup semua aturan baik yang mengatur tentang aqidah maupun ibadah, dll.
Dalam pembahasan makalah ini akan dibahas beberapa ayat dalam surat Al Taubah yakni ayat 60 dan 103, mengenai zakat. Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban islam, ia adalah salah satu dari rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan solat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan murtad dari islam harus diminta agar bertaubat, jika tidak bertaubat dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat atau mengurangi sesuatu derinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang berhak atas sangsi dari Allah SWT, Dan dalam sohih Bukhori dari Abu Hurairoh r.a. ia berkata; Rosulullah saw bersabda:
" Barang siapa Allah berikan kepadanya harta, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, maka akan ditampilkan dihadapanya pada hari kiamat seekor ular jantan yang memiliki dua bisa, ia menjulurkan mahkota kepalanya karena penuh dengan racun bisa, ular itu memakaikan kalung kepadanya, kemudian memegang kedua tulang rahangnya, kemudian mengatakan: Aku adalah hartamu, aku adalah harta simpananmu,".
Jelaslah dari hadis diatas bahwa bagi umat islam yang dalam hal ini mampu secara materi atau financial wajib mengeluarkan hartanya kepada yang lebih membutuhkan. Ini juga sebagai pembentuk jiwa social terhadap sesame muslim khususnya dan seluruh manusia pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Apa kandungan pada surat Al Taubah ayat 60 dan 103?
2. Apa yang dimaksud dengan zakat?
3. Siapakah yang berhak menerima zakat?
4. Apa fungsi zakat tersebut?


BAB II
PEMBAHASAN


A. Ayat Al qur’an beserta Tafsirnya

Surat At Taubah ayat 60
                         
Artinya; Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Penjelasan; yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Surat At Taubah ayat 103
                  
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan1 dan mensucikan2 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

B. Mufradat (Makna Kata)
Surat At-Taubah Ayat 60
Dalam surat ini ada beberapa yang yang perlu dibahas terkait dengan delapan golongan yang berhak menerima zakat. Banyak sekali riwayat yang menceritakan perbedaan pendapat tentang delapan golongan itu, dibawah ini akan dibahas secara singkat sebagai berikut:
a. : “Untuk Orang-orang Fakir.”
Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan makna fakir, diantara mereka ada yang berpendapat, “Fakir adalah orang yang membutuhkan (bantuan), namun ia tidak memintanya, sedangkan miskin adalah orang yang membutuhkan (bantuan) dan memintanya. Pendapat ini ditegaskan oleh Abu Ja’far menurut beliau makna miskin (Maskanah) sendiri dalam bahasa arab adalah rendah (hina). Jadi, penafsiran ayat tersebut adalah sesungguhnya zakat hanya diberikan kepada orang fakir yang menjaga dirinya untuk tidak meminta-minta dan kepada orang (fakir) yang meminta-minta.3
b.  : “Dan untuk para amil/pengurus/pengumpul zakat.”
Menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan amil zakat (pengurus zakat) adalah mereka yang mengelola zakat yang zakat tersebut merupakan kumpulan dari umat untuk dibagikan/diberikan kepada yang berhak. Tetapi mengenai jumlah bagiannya para ulama tafsir berbeda pendapat. Diantara mereka ada yang berpendapat bagiannya adalah seperdelapan. Menurut pendapat Abu Ja’far, amil (petugas) zakat diberi sesuai dengan kadar beban pekerjaan merekayang nilainya berdasarkan kelayakan yang umum berlaku untuk jenis pekerjaan seperti itu.4
c. : “Muallaf”
Definisi muallaf menurut Abu Ja’far adalah mereka yang hatinya terpikat kepada islam namun belum berhak mendapatkan pertolongan. Tujuannya adalah memperbaiki hubungan dengan dirinya dan keluarganya. Ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama mengenai kedudukan para mukalaf pada saat ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa kini golongan mukalaf telah dihapus, maka mereka tidak mendapat bagian dari harta zakat, kecuali mereka yang membutuhkannya. Ulama lainnya berpendapat bahwa golongan mukalaf yang dibujuk hatinya selalu ada setiap masa, dan mereka berhak mendapat bagian dari harta zakat. Menurut abu Ja’far, allah SWT menjadikan zakat untuk dua kepentingan:
Pertama, menutupi kebutuhan kaum muslimin.
Kedua, membantu dan menguatkan agama islam.
Jadi, segala sesuatu yang dapat membantu dan mengokohkan islam, berhak mendapat zakat, baik ia kaya maupun miskin, karena dalam konteks ini pemberian tidak dilandasi karena butuh terhadap harta zakat tersebut, namun untuk membantu perkembangan islam.
d. : “Pemerdekaan Budak”
Ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna firman allah SWT,  “Untuk (memerdekakan) budak”.
Jumhur ulama berpendapat bahw maksudnya adalah budak mukatab. Mereka berhak mendapatkan zakat untuk memerdekakan diri mereka.
Menurut pendapat Abu Ja’far, beliau mengatakan bahwa maksudnya adalah budak Mukatab, karena dalil-dalil yang ada menunjukan maksud tersebut secara Ijma’. Alasannya, allah SWT menjadikan zakat sebagai sebuah kewajiban yang harus dikeluarkan (oleh mereka yang telah wajib zakat) dari hartanya, dan tidak ada manfaat duniawi atau bayaran yang kembali kepada orang tersebut. Sedangkan orang yang memerdekakan budak akan mendapatkan manfaat yang sifatnya kembali kepada dirinya, yaitu wala (loyalitas) budak tersebut.
e. : “Dan untuk orang-orang yang memerdekakan budak.”
Adapun yang dimaksud “Gharimmun” adalah “orang-orang yang berhutang”. Yaitu orang-orang yang berhutang tidak untuk bermaksiat kepada allah SWT, dan tidak memiliki sesuatu untuk yang dapat digunakan untuk membayar zakat tersebut.
Dalam berbagai riwayat, yang dimaksud “Orang-orang yang berhutang” adalah mereka yang ditimpa musibah banjir, kebakaran, dll, (musibah Alam). Yang menghabiskan hartanya, sehingga mereka harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan / tanggungan keluarganyanya.
f.  : “Sabilillah (Perjuangan dijalan allah).”
Dalam suatu riwayat yang dikutip dari tafsir ath-Thabari, “Yunus menceritakan kepadaku, ia berkata: ibnu zaid berkata, tentang firman allah,   ”untuk jalan allah”, ia berkata, “Maksudnya adalah mereka yang berperang dijalan allah.5
g.  : “Dan ibnu sabil (Mufasir yang kehabisan bekal)”
Dalam suatu riwayat yang dikutip dari tafsir ath-Thabari, “Al Harits menceritakan kepadaku, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Jabir, dari Abu Ja’far, dia berkata: tentang ibnu sabil, yaitu orang yang senantiasa melakukan perjalanan dari satu wilayah kewilayah lain”.6
h.   : “Sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan oleh allah.”
Maksudnya adalah membagikan bagian zakat mereka, dan ia mewajibkannya kepada orang-orang kaya untuk diberikan kepada golongan-golongan tersebut, dan allah maha mengetahui tentang kemaslahatan yang terbaik untuk mahluk-Nya ketika dia mewajibkan zakat tersebut bagi mereka.
Para ulama berbeda pendapat tentsng cara pembagian zakat yang disebutkan oleh allah dalam ayat tersebut, apakah dibagikan langsung kepada delpan golongan yang disebutkan? Atau amilnya yang menerimanya dan orang yang mewakili mereka untuk membagikannya, memberikan bagian zakat mereka kepada orang yang dikehendakinya dari delapan golongan tersebut?
Mayoritas ulama berpendapat, Amil zakat yang membagikannya, dan ia berhak memberikannya kepada orang yang berhak dari delapan golongan tersebut sesuai dengan kehendaknya. Penyebutan delapan golongan dalam ayat itu merupakan bentuk pemberitahuan dari allah kepada hamba-hambanya bahwa pembagian zakat tidak keluar dari delapan golongan tersebut dan tidak wajib membagikannya kepada mereka secara keseluruhan, sebagaimana dikatakan oleh mereka.

Surat At-Taubah Ayat 103
Pada pembahasan ayat ini maknanya lebih menekankan kepada fungsi zakat itu sendiri, apa fungsi zakat itu? Dan bagaimana maknanya? Dibawah ini akan dibahas secara singkat, mengutif dari kitab ath-Thabari sebagai berikut:
a. : “Dan menyucikan mereka”, artinya menumbuhkan mereka dan mengangkat mereka dari lembah kemunafikan menuju derajat keikhlasan.
b.  : “Dan berdo’alah untuk mereka”, artinya mintakan ampun untuk mereka dari dosa-dosa yang telah mereka lakukan.
c.   : “Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka”, artinya, itu menjadi pemenang hati mereka karena allah telah mengampuni dosa mereka dan menerima tobat mereka.
d.   : “Dan allah maha mendengar lagi maha mendengar lagi maha mengetahui”, artinya, allah maha mendengar do’a mu ketika kamu mendo’akan mereka atau apapun yang dibicarakan oleh makhluk-Nya. Dia maha tau apa yang kamu minta dari do’a kamu untuk mereka , serta hal-hal lain yang berhubungan dengan perkara para hamba-Nya.

C. Korelasinya dengan ayat lain
Zakat adalah merupakan rukun Islam ketiga, yang dalam al-Qur’an disebut tidak kurang dari 31 kali dengan lafal zakat itu sendiri, disamping dengan lafal sedekah yang bermaksud zakat. Sebanyak 28 kali perintah zakat itu disebut bersama-sama dengan perintah shalat.7
Banyaknya pengulangan perintah zakat ini dalam al-Qur’an, dan juga disebut bersama-sama dengan shalat menunjukkan bahwa hal itu merupakan salah satu kewajiban yang harus diyakini urgensinya, baik sebagai ibadah mahdhah maupun sebagai ibadah sosial.
Ayat-ayat al-Qur’an yang memuat tentang zakat masih sangat umum dan baru berupa konsep. Karena itu hadis-hadis Nabi memberikan rincian, baik mengenai al-amwal al-zakawiyah maupun mustahiq-nya, sekaligus menerapkannya dalam kehidupan masyarakat, guna merealisasikan maksud-maksud dari disyariatkannya zakat itu.
Dan diantaranya yang membahas zakat adalah allah berfirman:
                      
" Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya" (QS: Saba': 39). Dan sabda Rosulullah saw dalam hadits sohih: " Allah SWT berfirman: Wahai Ibnu Adam berinfaklah, niscaya kami member nafkah kepadamu". Dan faedah-faedah yang lain.
Dan ancaman berat terhadap orang yang kikir, lalai dan tidak mengeluarkan zakat, Allah SWT berfirman:
                                                   
" Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS: At-Taubah: 34,35).
Setiap harta yang tidak dikeluarkan zakatnya maka ia adalah harta simpanan yang pemiliknya akan diazab pada hari kiamat, sebagaimana yang ditunjukan hadits sohih dari Nabi saw, bahwasanya ia bersabda:
ما من صاحب ذهب ولا فضة لا يؤدي حقها إلا إذا كان يوم القيامة صفحت له صفائح من نار فأٌحمي عليها في نار جهنم، فيُكوى بها جنبه وجبينه وظهره، كلما بردت أٌعيدت له في يوم كان مقداره خمسين ألف ما من صاحب ذهب ولا فضة لا يؤدي حقها إلا إذا كان يوم القيامة صُفحت له صفائح من نار سنة، حتى يقضى بين العباد فيرى سبيله، إما إلى الجنة، وإما إلى النار
" Tidaklah pemilik emas atau perak yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali di hari kiamat akan di bentangkan baginya lempengan logam dari api, lalu dibakar denganya dahi, lambaung dan punggungnya, setiap kali lempengan itu dingin dipanaskan lagi pada hari yang hitunganya lima puluh ribu tahun, hingga Dia memutuskan perkara hamaba-hambanya, maka ia melihat jalanya, apakah ke surga atau ke neraka.
Dan dalam riwayat yang sohih dari Rosulullah saw, ia berkata: " Barang siapa Allah berikan kepadanya harta, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, maka akan ditampilkan dihadapanya pada hari kiamat seekor ular jantan yang memiliki dua bisa, ular itu menjulurkan mahkota kepalanya karena penuh dengan racun bisa, lalu memakaikan kalung kepadanya, kemudian memegang kedua tulang rahangnya, kemudian mengatakan: Aku adalah hartamu, aku adalah harta simpananmu, Kemudian Nabi saw membaca:
                                  
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat." (QS: Ali Imran: 180)

D. Penjelasan Ayat dari berbagai Literatur Tafsir Alqur’an
surat At-Taubah ayat 60
a. Tafsir DEPAG,
Setelah Allah menerangkan pada ayat-ayat yang lalu tentang beberapa hal yang berhubungan dengan tingkah laku orang-orang munafik antara lain tentang keinginan mereka untuk menerima pembagian harta zakat meskipun mereka tidak berhak menerimanya, namun demikian mereka mencela Nabi dan tidak berlaku adil, maka pada ayat ini Allah menerangkan dengan tegas tentang golongan yang berhak menerima zakat itu.
b. Tafsir Jalalain,
(Sesungguhnya zakat-zakat) zakat-zakat yang diberikan (hanyalah untuk orang-orang fakir) yaitu mereka yang tidak dapat menemukan peringkat ekonomi yang dapat mencukupi mereka (orang-orang miskin) yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat menemukan apa-apa yang dapat mencukupi mereka (pengurus-pengurus zakat) yaitu orang yang bertugas menarik zakat, yang membagi-bagikannya, juru tulisnya, dan yang mengumpulkannya (para mualaf yang dibujuk hatinya) supaya mau masuk Islam atau untuk memantapkan keislaman mereka, atau supaya mau masuk Islam orang-orang yang semisal dengannya, atau supaya mereka melindungi kaum Muslimin. Mualaf itu bermacam-macam jenisnya; menurut pendapat Imam Syafii jenis mualaf yang pertama dan yang terakhir pada masa sekarang (zaman Imam Syafii) tidak berhak lagi untuk mendapatkan bagiannya, karena Islam telah kuat. Berbeda dengan dua jenis mualaf yang lainnya, maka keduanya masih berhak untuk diberi bagian. Demikianlah menurut pendapat yang sahih (dan untuk) memerdekakan (budak-budak) yakni para hamba sahaya yang berstatus mukatab (orang-orang yang berutang) orang-orang yang mempunyai utang, dengan syarat bila ternyata utang mereka itu bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya, atau diberikan kepada orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (untuk jalan Allah) yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah tetapi tanpa ada yang membayarnya, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan) yaitu yang kehabisan bekalnya (sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan) lafal fariidhatan dinashabkan oleh fi'il yang keberadaannya diperkirakan (Allah; dan Allah Maha Mengetahui) makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam penciptaan-Nya. Ayat ini menyatakan bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain mereka, dan tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan di antara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya imamlah yang membagi-bagikannya kepada golongan-golongan tersebut secara merata; akan tetapi imam berhak mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainnya. Huruf lam yang terdapat pada lafal lilfuqaraa` memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati, bilamana ia membaginya sendiri, meratakan pembagiannya kepada setiap golongan, karena hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi cukup baginya memberikannya kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini. Sunah telah memberikan penjelasannya, bahwa syarat bagi orang yang menerima zakat itu, antara lain ialah muslim, hendaknya ia bukan keturunan dari Bani Hasyim dan tidak pula dari Bani Muthalib.
Abu Ja’far berkata; zakat tidak lain hanya diberikan kepada orang-orang fakir, miskin, dan golongan-golongan yang telah allah SWT telah sebutkan di dalam firmannya tersebut.
Ulama berbeda pendapat dalam merumuskan makna fakir dan miskin pada ayat tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat berikut ini:
Ibnu waki menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Usamah menceritakan kepada kami dari Jarir Bin Hazim, ia berkata: seseorang laki-laki menceritakan kepadaku dari jabir Bin Zaid, bahwa ia pernah ditanya tentang maksud fakir. Ia lalu berkata: “Fakir adalah orang yang tidak punya, namun tidak meminta-minta, sedangkan miskin adalah orang yang tidak punya dan meminta-minta.”8
Al Harits menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Aziz menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir Bin Hazim menceritakan kepada kami dari Ali bin Al Hakam, dari Adh-Dhahhak bin Mujahim, tentang firman allah SWT, “sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin” ia berkata, “Fakir adalah mereka yang hijrah, sedangkan mereka yang miskin adalah mereka yang tidak hijrah.”9

Surat At-Taubah Ayat 103
a. Tafsir DEPAG,
Menurut riwayat Ibnu Jarir bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini. Perintah Allah swt. pada permulaan ayat ini ditujukan kepada Rasul-Nya, yaitu agar Rasulullah saw. mengambil sebagian dari harta benda mereka itu sebagai sedekah atau zakat untuk menjadi bukti tentang benarnya tobat mereka, karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya mereka dari peperangan dan untuk menyucikan dari mereka dari sifat "cinta harta" yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dengki, dan sebagainya.
Di samping itu juga dapat dikatakan, bahwa penunaian zakat adalah juga membersihkan harta benda yang tinggal sebab pada harta benda seseorang ada hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama Islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka bersihlah harta tersebut dari hak orang lain.
Juga terkandung suatu pengertian, bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya sebagai hukuman Allah swt. terhadap pemiliknya.
Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah swt. dalam ayat ini pada lahirnya ditujukan kepada Rasul-Nya dan turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat kaum Muslimin untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya dan juga kepada setiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat itu, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat karena doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan menenteramkan hati mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah swt. benar-benar telah menerima tobat mereka.
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah swt. Maha Mendengar setiap ucapan hamba-Nya, antara lain ucapan pengakuan dosa serta ucapan doa. Dan Allah Maha Mengetahui semua yang tersimpan dalam hati sanubari hamba-Nya antara lain ialah rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena kesadaran atas kesalahan yang telah diperbuatnya.
b. Tafsir Jalalain,
(Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka) dari dosa-dosa mereka, maka Nabi saw. mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya (dan berdoalah untuk mereka). (Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenangan jiwa) rahmat (bagi mereka) menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan sakanun ialah ketenangan batin lantaran tobat mereka diterima. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).

E. Analisis Penafsiran
Pada surat At Taubah ayat 60 mengenai golongan yang berhak menerima zakat ada delapan golongan. Kedelapan golongan tersebut adalah ketentuan allah SWT yang wajib dipedomani oleh umat islam. Allah maha bijaksana lagi maha mengetahui siapa diantara mereka yang mampu dan yang memerlukan pertolongan. Allah maha bijaksana dalam mengatur ketentuan-ketentuan dan petunjuk-petunjuk yang ditujukan kepada orang-orang yang mampu sehingga jiwa mereka menjadi bersih dan bersyukur kepada allah atas nikmat yang diberikan kepada mereka.
Kedelapan golongan yang telah diterangkan dalam ayat ini dapat dibagi atas dua golongan, diantaranya;
a. Pertama, golongan yang menerima zakat langsung menjadi milik pribadi, mereka ialah fakir miskin, ‘amil, orang-orang yang menanggung hutang, muallaf dan mufasir. Zakat yang diberikan kepada mereka ini adalah zakat milik mereka.
b. Kedua, Golongan yang menerima zakat untuk kepentingan umum, golongan ini berupa instansi atau badan, terdiri dari:
1. Fir Riqab, yaitu usaha membebaskan budak,
2. Fi Sabilillah, yaitu segla kepentingan agama yang bersifat umum sebagaimana diterangkan diatas.10
Sebagian mufasirrin yang didukung oleh ulama fiqh memandang saya dari delapan golongan tersebut, empat golongan termasuk golongan pertama yaitu: fakir, miskin, amil, dan muallaf. Sedangkan empat golongan yang terakhir yaitu: pembebasan budak, pembebasan hutang termasuk sabilillah dan ibnussabil. Karena golongan-golongan tersebut untuk kemaslahatan umum.

















BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Pada dua ayat diatas membahas seputar zakat yakni mengenai siapa yang berhak menerima zakat dan membahas mengenai fungsi zakat serta maknanya. Dari pemaparan yang cukup singkat diatas maka penyusun menyimpulkan bahwa; Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban islam, ia adalah salah satu dari rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan solat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan murtad dari islam.
Selain itu jumhur ulama sepakat tentang siapa yang berhak menerima zakat seperti yang dikutip dalam surat Al Taubah ayat 60 diatas, bahwa yang berhak menerima zakat adalah orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan. Meskipun dalam proses pembahasan ke delapan golongan tersebut banyak sekali menimbulkan perdebatan diantara para ulama khususnya mengenai penafsiran golongannya.
Zakat merupakan rukun islam yang ketiga dimana keduduknnya sangat penting setelah shalat, selain bernilai ibadah zakat juga berfungsi untuk men-suci kan harta bagi orang yang menunaikannya. Zakat juga sebagai wujud konkrit yang diajarkan oleh islam mengenai bentuk kepedulian sosial terhadap sesama.

B. Kritik dan Saran
Dalam penyusunannya Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, melihat dari cara penyajian ataupun dalam penyusunannya yang sesuai dengan aturan baku penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang besifat membangun dari pembaca umumnya, dan mahasiswa yang mengampu mata kuliah ini pada khusunya. supaya kelak dapat lebih baik dalam penyusunannya.




DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Hatta, Ahmad, Dr., MA. Tafsir Qur’an Per Kata; Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul & Terjemah, 2009, Jakarta: Magfirah Pustaka.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabaari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Alqur’an-Tafsir Ath-Thabri, Jilid 12-13, 2009, Jakarta: Pustaka Azzam.
Syekh Muhammad Al Ghazali, Tafsir Al Ghazali: Tafsir Tematik Al Qur’an 30 Juz, cet. 1, 2004, Yogyakarta: Islamika.
Zaini Dahlan, dkk, Al Qur’an dan Tafsirnya, Jilid IV, 1991, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof., Tafsir Al Qur’an: An Nur, Jilid IV, 1966, Djakarta: Bulan Bintang.

B. Website
http://www.wikipedia.org
http://www.Alqur’an_Tafsir.asp.htm

0 komentar:

Posting Komentar